`BAB
I
PENDAHULUAN
Belajar merupakan suatu kegiatan
utama dalam setiap usaha pendidikan. Kegiatan belajar dapat berlangsung dimana
saja, di rumah, di sekolah, di masyarakat luas sehingga tidaklah mengherankan
bila belajar merupakan masalah bagi setiap manusia. Manusia sebagai makhluk
hidup memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu, dan manusia mempunyai
kecenderungan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dalam
rangka pencapaian kebutuhan-kebutuhan tersebut manusia akan berperilaku dan
berperilaku tersebut sebagian besar merupakan hasil proses belajar. Belajar
merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan manusia sehari-hari
karena sangat dikenal. Dalam proses belajar banyak siswa sulit menerima
informasi yang diberikan oleh guru. Ada yang mengeluh kepada guru-gurunya, ada
juga menyalahkan dirinya sendiri dan ada yang bahkan sama sekali tidak mengerti
apa guru atau dirinya yang salah.
Setiap siswa pada prinsipnya tentu
berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic
performance) yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas
bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan
fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang
sangat mencolok antara seorang siswa dengan yang lainnya. Sementara itu,
penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan
kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan
kurang terabaikan. Dengan demikian siswa-siswa yang berkategori “di luar
rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang
memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
BAB II
PEMBAHASAN
KESULITAN BELAJAR
Belajar ialah suatu proses perubahan di dalam
kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk
peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan,
pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain.
Sedangkan
kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan
tertentu dalam mencapai hasil belajar. Anak-anak yang mengalami kesulitan
belajar itu biasa dikenal dengan sebutan prestasi rendah/kurang (under
achiever). Anak ini tergolong memiliki IQ tinggi tetapi prestasinya belajar
rendah.
Secara
potensial mereka yang IQ nya tinggi memiliki prestasi yang tinggi pula. Tetapi
anak yang mengalami kesulitan belajar tidak demikian. Timbulnya kesulitan
belajar itu berkaitan dengan aspek motivasi, minat sikap, kebiasaan belajar,
dan pola-pola pendidikan yang di terima dalam keluarganya.[1]
I.
Macam
– Macam Kesulitan Belajar
1. Dilihat
dari jenis kesulitan belajar
a. Ada
yang berat
b. Ada
yang sedang
2. Dilihat
dari bidang study yang dipelajari
a. Ada
yang sebagian bidang studi
b. Ada
yang keselurhan bidang studi
3. Dilihat
dari sifat kesulitannya
a. Ada
yang sifatnya permanen / menetap
b. Ada
yang sifatnya sementara.
4. Dilihat
dari segi faktor penyebabnya
a. Ada
yang karena faktor intelegensi
b. Ada
yang karena faktor non inteligensi
II.
Faktor
Penyebab Kesulitan Belajar
Fenomena
kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja
akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat
dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti
kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering
tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis
besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari dua
macam, yakni:
1.
Faktor
intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang
muncul dari dalam diri siswa sendiri. Faktor intern siswa meliputi gangguan
atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa yakni:
a. Yang
bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi
siswa.
b. Yang
bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
Seperti faktor Psikologi
Belajar
memerlukan kesiapan rohani / psikologi dan ketenangan dengan baik. Jika hal –
hal diatas ada pada diri anak maka belajar sulit dapat masuk.
Apabila
dirincikan faktor rohani itu meliputi antara lain :
Ø Inteligensi.
Anak yang IQ nya tinggi dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapinya.
Anak yang normal ( 90 – 110 ) dapat menamatkan SD pada waktunya. Mereka yang
memiliki IQ 110 – 140 dapat digolongkan cerdas, sedangkan 140 keatas tergolong
genius. Sedangkan yang memiliki IQ kurang dari 90 tergolong lemah mental.
Apabila mereka itu harus menyelesaikan persoalan yang melibihi potensinya jelas
ia tidak mampu dan banyak mengalami kesulitan.
Ø Bakat,
adalah potensi / kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu
mempunyai bakat yang berbeda – beda. Jika seorang anak harus mengerjakan bahan
yang lain dari bakatnya ia akan cepat bosan, mudah putus asa dan tidak senang.
Ø Minat,
tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan
belajar. Belajar yang tidak ada minatnya
mungkin tak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan, tidak sesuai
dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe – tipe khusus anak banyak
menimbulkan problema pada dirinya.
Ø Motivasi,
sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan
perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik-tidaknya dalam mencapai
tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan
belajarnya.
Ø Faktor
kesehatan mental, dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi
juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental
dengan belajar adalah timbale balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan
menimbulkan hasil belajar yang baik demikian juga belajar yang selalu sukses
akan membawa harga diri seseorang. Bila harga diri tumbuh akan merupakan faktor
adanya kesehatan mental.
Individu di
dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan,
seperti : memperoleh penghargaan, dapat kepercayaan, rasa aman, rasa kemesraan,
dan lain-lain. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi akan membawa masalah -masalah
emosional yang dapat merugikan belajarnya.
Ø Tipe-tipe
khusus seorang pelajar
Adapun tipe-tipe
belajar seorang anak ialah
- Seorang
yang bertipe visual, akan mempelajari bahan-bahan yang disajikan secar
tertulis, bagan, grafik, gambar. Mudah mempelajari bahan pengajaran yang dapat
dilihat dengan alat penglihatannya.
- Anak
yang bertipe auditif, mudah mempelajari bahan yang disajikan dalam bentuk suara
(ceramah), begitu guru menerangkan ia cepat menangkap bahan pelajaran.
- Individu
yang bertipe motorik, mudah mempelajari bahan yang berupa tulisan-tulisan,
gerakan-gerakan dan sulit mempelajari bahan yang berupa suara dan penglihatan.
c. Yang
bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).[2] Seperti
faktor fisiologis
Ø Karena
sakit, seseorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf
sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang diterima melalui
inderanya tidak dapat di teruskan ke otak.
Ø Karena
kurang sehat, orang yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab
ia mudah capek, ngantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang, kurang semangat,
dan pikiran terganggu
Ø Sebab
karena cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan,
gangguan psikomotor. Sedangkan cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta,
tuli, bisu, hilang tangannya dan kakinya, dll.
2.
Faktor
ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang
dari luar diri siswa. Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi
lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor
lingkungan meliputi:
a. Lingkungan
keluarga, contohnya ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan
rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b. Lingkungan
perkampungan/masyarakat, contohnya : wilayah perkampungan kumuh (slum area),
dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
c. Lingkungan
sekolah, contohnya : kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat
pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.[3]
Faktor lain yang
dapat menimbulkan kesulitan belajar ialah sindrom psikologi berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan
gejala yang muncul sebagai indicator adanya keabnormalan psikis yang
menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri dari:
a. Disleksia
(dysleksia), yakni ketidakmampuan belajar membaca;
b. Disgrafia
(dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis;
c. Diskalkulia
(dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar
matematika.
Namun demikian,
siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki
potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas
rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita
sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak.[4]
III.
Cara
Mengenal Murid – Murid yang Mengalami Kesulitan Belajar
Seperti
telah diketahui murid – murid yang mengalami kesulitan belajar itu memiliki
hambatan – hambatan sehingga menampakkan gejala – gejala yang bisa diamati oleh
orang lain. Adapun beberapa pertanda adanya kesulitan belajar misalnya
Ø Prestasinya
kurang / menunjukkan prestasi dibawah rata – rata
Ø Hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan
keras tetapi nilai – nilai nya selalu rendah.
Ø
Lambat dalam
melakukan tugas – tugas belajar
Ø Menunjukkan
sikap yang kurang wajar seperti : acuh tak acuh, berpura–pura, dan lain – lain
Ø Menunjukkan
tingkah laku yang berlainan seperti murung, bingung, kurang gembira, maupun
selalu sedih.[5]
IV.
Diagnosis
Kesulitan Belajar
Sebelum
menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat
dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala
dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan
belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang
bertujuan menetapkan jenis penyakit, yakni kesulitan belajar. Dalam melakukan
diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri dari langkah-langkah tertentu
yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang
dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai diagnostic kesulitan
belajar. Banyak langkah-langkah diagnostic yang dapat ditempuh guru antara lain
yang cukup terkenal adalah prosedur Weener dan Senf sebagaimana dikutip Wardani
sebagai berikut:
1. Melakukan
observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti
pelajaran.
2. Memeriksa
penglihatan dan pendengaran siswa, khususnya yang diduga mengalami kesulitan
belajar.
3. Mewawancarai
orangtua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin
menimbulkan kesulitan belajar.
4. Memberikan
tes diagnostic bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan
belajar yang dialami siswa.
5. Memberikan
tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar.
Secara
umum, langkah-langkah tersebut di atas dapat dilakukan dengan mudah oleh guru
kecuali langkah ke 5 (tes IQ). Untuk keperluan tes IQ, guru dan orang tua siswa
dapat berhubungan dengan klinik psikologi. Dalam hal ini, yang sangat perlu
dicatat adalah siswa yang mengaliami kesulitan belajar itu ber-IQ jauh di bawah
normal (tuna grahita), orang tua hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke
lembaga pendidikan khusus anak-anak tuna grahita
(sekolah luar biasa), karena lembaga/sekolah biasa tidak menyediakan tenaga
pendidik dan kemudahan belajar khusus untuk anak-anak abnormal. Adapun untuk
mengatasi kesulitan belajar siswa pengidap sindrom disleksia, disgrafia, dan
diskalkulia guru dan orang tua sangat dianjurkan untuk memanfaatkan support
teacher (guru pendukung). Guru khusus ini biasanya bertugas menangani para
siswa pengidap sindrom-sindrom tadi di samping melakukan remedial teaching
(pengajaran perbaikan).
V.
Kiat
Mengatasi Kesulitan Belajar
Sebelum
guru menggunakan alternatif dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya terlebih
dahulu guru melakukan beberapa langkah penting yang meliputi :
a. Menganalisis
hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antarbagian
tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang
dihadapi siswa.
b. Mengidentifikasi
dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan.
c. Menyusun
program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
Setelah
langkah-langkah di atas selesai, barulah guru melaksanakan langkah selanjutnya,
yanki melaksanakan program perbaikan.
a. Analisis
Hasil Diagnosis
Data
dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi
perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami
siswa berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti.
b. Menentukan
Kecakapan Bidang Bermasalah
Berdasarkan
hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat menentukan bidang kecakapan tertentu
yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang itu
dikategorikan menjadi tiga macam yaitu :
-
Bidang kecakapan
sendiri bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri;
-
Bidang kecakapan
bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua;
-
Bidang kecakapan
bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun orang tua.
Bidang kecakapan
yang tidak dapat ditangani atau terlalu sulit untuk ditangani baik oleh guru
maupun orang tua dapat bersumber dari kasus-kasus tunagrahita (lemah mental)
dan kecanduan narkotika. Mereka yang termasuk dalam lingkup 2 macam kasus yang
bermasalah berat ini dipandang tidak berketerampilan (unskilled people).
Oleh karenanya, para siswa yang mengalami kedua masalah kesulitan belajar yang
berat tersebut tidak hanya memerlukan pendidikan khusus, tetapi juga memerlukan
perawatan khusus.
c. Menyusun
program perbaikan
Dalam
hal menyusun program perbaikan (remedial teaching) sebelumnya guru perlu
menetapkan hal-hal sebagai berikut.
1. Tujuan
pengajaran remedial
2. Materi
pengajaran remedial
3. Metode
pengajaran remedial
4. Alokasi
waktu pengajaran remedial
5. Evaluasi
kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remedial
d. Melaksanakan
program Perbaikan
Pada
prinsipnya, program pengajaran remedial itu lebih cepat dilaksanakan tentu saja
akan lebih baik. Tempat pembelajaran bias dimana saja, asal tempat itu
memungkinkan siswa klien (yang memerlukan bantuan) memusatkan perhatiannya
terhadap proses pengajaran perbaikan tersebut. Selanjutnya untuk memperluas
wawasan pengetahuan mengenai alternative-alternatif kiat pemecahan kesulitan
belajar siswa, guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai
bimbingan penyuluhan.[6]
Secara
garis besar langkah – langkah dalam mengatasi kesulitan belajar dapat dilakukan
dengan cara :
1. Pengumpulan
data
Untuk
menemukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi. Untuk
memperoleh informasi tersebut, maka perlu di adakan suatu pengamatan langsung
yang disebut dengan pengumpulan data.
2.
Pengolahan data
Data
yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, tidak ada artinya
jika tidak diadakan pengolahan secara cermat. Semua data harus diolah dan
dikaji untuk mengetahui secara pasti sebab – sebab kesulitan belajar yang
dialami oleh anak.
3.
Diagnosa
Diagnosa
adalah penentuan / keputusan mengenai hasil dari pengolahan data. Seperti
keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak, faktor – faktor utama yang
ikut dalam penyebab kesulitan belajar, dan keputusan menyenai faktor utama
penyebab kesulitan belajar.
4.
Prognosa
Prognosa
di artikan “ramalan” apa yang telah ditetapakan dalam tahap diagnosa, akan
menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai bantuan apa
yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya.
5.
Treatment /
perlakuan
Memberikan
bantuan terhadap anak yang bersangkutan ( yang mengalami kesulitan belajar )
sesuai dengan program yang telah disusun pada tahapan prognosa. Siapa yang
memberikan treatment, tergantung pada bidang garapan yang harus
dilaksanakannya.
6.
Evaluasi
Evalusi
bermaksud untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan di atas
berjalan dengan baik. Artinya berhasil atau bahkan gagal. Kalau ternyata
treatmen yang di terapkan gagal maka perlu ada pengecekan kembali ke belakang
faktor – faktor apa yang menjadi penyebab kegagalan treatment tersebut. Mulai
dari pengecekan pengumpulan data,
diagnosa, prognosa,sehingga benar – benar dapat berhasil. Yaitu mengetahui dan
mampu mengatasi kesulitan belajar pada anak.[7]
KESIMPULAN
Kesulitan belajar merupakan suatu
kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai
hasil belajar. Hambatan-hambatan itu muncul bukan karena faktor dari diri
seorang peserta didik saja, ada kemungkinan disebabkan faktor-faktor lain yaitu
faktor lingkungan keluarga, tempat tinggal, lingkungan sekolah. Ada juga karena
faktor keabnormalan psikis. Siswa yang mengalami kesulitan dapat kita kenali
gejala-gejalanya diantaranya, keterlambatan siswa dalam pengumpulan tugas, menunjukkan
tingkah laku yang berlainan seperti murung, bingung, kurang gembira, maupun
selalu sedih dan lain sebagainya.
Dan banyak hal yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kesulitan belajar mulai dari pengecekan pengumpulan data, diagnosa, prognosa, evaluasi
sehingga guru atau pendidik dapat mengetahui dan mampu mengatasi kesulitan
belajar pada anak. Selain itu peran orang tua juga diharapkan dalam membantu
siswa menghadapi kesulitan belajar. Dan lingkungan masyarakat sedianya turut
serta membantu perkembangan siswa dimana masyarakat dapat menyediakan lembaga
pendidikan kemasyarakatan. Atau pembinaan-pembinaan anak-anak dan remaja untuk
mencapai tujuan pendidikan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
ahmadi, Widodo Supriyono. Psikologi
Belajar. (Jakarta : Rineka Cipta. 2004)
Muhibbin
syah. Psikologi Belajar. ( Ciputat :
Logos Wacana Ilmu. 2004 )
___________. Psikologi
Pendidikan. (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya 2010).
Nefi
Darmayanti. Psikologi Belajar.
(Bandung : Cita Pustaka Media Perintis 2011).
[1] Abu ahmadi, Widodo Supriyono. Psikologi Belajar. ( Jakarta : Rineka
Cipta. 2004 ) hlm. 89
[2] Muhibbin syah. Psikologi Belajar. ( Ciputat : Logos
Wacana Ilmu. 2004 ). hlm 166
[3] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2010). hal 171
[4]Ibid
[5] Abu ahmadi, Widodo Supriyono. Psikologi Belajar. ( Jakarta : Rineka
Cipta. 2004 ) hlm. 89-90
[6] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2010). hal 174
[7]Abu ahmadi, Widodo Supriyono. Psikologi Belajar. ( Jakarta : Rineka
Cipta. 2004 ) hlm. 90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar