a.vipermenu, a.vipermenu:link, a.vipermenu:visited {display:block; width:230px; height:25px; background:#444444; border:1px solid #222; margin-top:5px; text-align:center; text-decoration:none; font-family:arial; font-size:16px; font-weight:normal;color:#FFFFFF; line-height:20px; overflow:hidden; float:left;} a.vipermenu:hover {color:#FFFFFF; background:#666666;} #vipergoymenu {width:auto; margin:0 auto;}

Kamis, 08 November 2012

teknik-teknik

BAB I
PENDAHULUAN
Ketika memahami mengenai Bimbingan Konseling, yakni Proses interaksi antara konselor dengan klien/konseli baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media : internet, atau telepon) dalam rangka mem-bantu klien agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya” hal tersebut tidaklah dapat berjalan dengan baik tanpa adanya pengetahuan serta pengalaman yang baik dari konselor.
Di dalam proses bimbingan dan konseling perlu adanya beberapa hal yang dapat mendukung proses jalannya bimbingan dan konseling dengan baik, salah satunya adalah dengan menggunakan teknik-teknik di dalam proses BK.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis akan membahas beberapa hal mengenai teknik-teknik yang dapat dilakukan di dalam proses bimbingan dan konseling.












BAB II
PEMBAHASAN
TEKNIK- TEKNIK KONSELING
Kontak mata:
Kontak mata adalah pandangan pertama yang dilakukan oleh konselor terhadap klien dalam proses pengkonselingan.  Kontak mata yang baik adalah dengan cara melihat kepada klien ketika dia sedang berbicara dan menggunakan pandangan mata yang menunjukkan perhatian dan penerimaan penyuluh terhadap klien. Tatapan yang tajam, pandangan hampa, atau menghindar dari tatapan klien dapat membuat klien menjadi bingung. Orang cenderung menggunakan lebih banyak kontak mata ketika mendengarkan daripada berbicara. Dimana dalam kontak mata ini perlu kesesuaian terhadap kondisi klien, mencakup jarak, posisi, aplikasi, respon, dan lain sebagainya. Kontak mata yang baik adalah pandangan terhadap klien ketika dia sedang berbicara dengan menunjukkan perhatian dan kepedulian untuk membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya.
Kontak pertama antara penyuluh dan klien sering mempunyai pengaruh yang menentukan bagi kelangsungan pertemuan selanjutnya. Kontak mata terjadi pada awal pertemuan dan saat proses pengkonselingan berlangsung.
Kelemahan :
Konselor yang sering mengadakan kontak mata dengan klien, terkadang membuat klien malu dan enggan mengutarakan masalahnya.
Jarak duduk
Penyuluh sebaiknya duduk berhadapan dengan klien dalam suasana bebas, santai, dengan jarak cukup memadai untuk memungkinkan klien dapat merasa senang. Tangan penyuluh hendaklah tetap diam dan wajah penyuluh hendaklah tetap diamdan wajah penyuluh hendaklah menunjukkan suasana yang bersahabat. Duduk dengan membungkuk, mempermainkan sesuatu, mempermainkan sesuatu, mengerutkan dahi atau terlalu banyak menggerakkan yang tidak perlu dapat membuat klien merasa tidak menentu atau membingungkan.
Jarak duduk yang baik adalah dengan jarak  kira-kira 1 meter  dari klien karena jarak yang terlalu dekat akan membuat klien terganggu atau engan menyampaikan masalahnya. Dan jarak yang terlalu jauh akan membuat suara ataupun keluhan tidak terdengar jelas dan tidak terjalin keakraban.  
Ajakan terbuka untuk berbicara
Jika klien diajak untuk berbicara secara bebas dan tidak dihujani serangkaian pertanyaan, dapat diharapkan dia akan mengemukakan masalahnya dengan baik. Ajakan untuk berbicara ini sekaligus disertakan di dalam sikap, cara duduk, isyarat, dan suara penyuluh. Kata-kata yang dipergunakan penyuluh adalah perwujudan dari maksud yang ingin disampaikan oleh penyuluh. Penyuluh hendaklah berbicara dengan penuh kehangatan dengan nada, dan kata-kata yang bersifat menerima klien. Perlu diingat bahwa semuanya ini dilakukan secara wajar, tidak dibuat-buat. Pernyataan yang bersifat olok-olok atau humor yang dibuat-buat perlu dihindarkan. Kata-kata “khawatir”, sulit, atau masalah harus dipakai sangat hati-hati. Dan kalau perlu tidak dipakai sama sekali,  kecuali kalau klien sendiri memang memakainya.
Terjadi saat si klien dalam posisi tenang dan siap untuk mengadakan pengkonselingan.
Misalnya:
“Apa yang dapat saya lakukan untuk membantu anda?”
“Ceritakan kepada saya apa yang menyusahkan anda?”
“apa yang sedang anda pikirkan?”
 Klien: bu,  rasanya hari-hari saya selalu hampa dikejar-kejar rasa rindu sama si dia, mata saya sepertinya basah terus dan suara saya pun tak bisa bagus lagi, apalagi makan rasanya tak sanggup lagi kutelan karena besarnya rasa kegundahan yang membuat semuanya terasa pahit. Apa yang harus kulakukan bu?
Kons: iya , saya bisa merasakan yang anda alami nak! Tapi apa sebetulnya  yang membuat kamu sampai segitunya?
Klien: saya malu bu,,,
Kons: gak usah malu,, semua manusia kan punya masalah, kalau kamu terbuka menceritakan masalahmu, maka saya akan coba membantu kamu, tapi kalau kamu tidak mau menceritakan,. bagaimana kita bisa menyelesaikan masalahmu.
Klien: begini bu, saya punya hubungan sama seseorang yang dalam pandangan saya,. Orang nya paling sempurna di dunia ini. Tapi karena satu hal orang tua saya tidak mengizinkan saya punya hubungan sama dia, padahal dia baik, soleh, perhatian. Tapi kehendak orang tua saya tetap harus diikuti, pernah saya berfikir untuk mengakhiri hidup tapi saya sadar itu suatu dosa yang besar, tapi toh walaupun aku hidup kebahagiannku sudah terampas, apa yang harus saya lakukan bu???? Hiks….
Kelemahan:
Seorang konseli tidak dapat menggutarakan permasalahannya tanpa adanya stimulus dari konselor.
Pertanyaan yang telalu mengarah kearah keinti permasalahaan akan mengakibatkan konseli sedih dan menambah masalah.

Mengikuti pokok pembicaraan
Mengikuti pokok pembicaraan memusatkan perhatian apa yang dikatakan oleh klien, tidak menyimpangkan atau membelokan arah pembicaraan klien, atau menambah-nambah perhatian lain terhadap isi pembicaraan selain yang di maksud.
Mengikuti pokok pembicaraan digunakan pada tahap-tahap awal dari pertemuan ketika klien berhenti berbicara. Dengan cara penuh perhatian, penyuluh menggunakan pertanyaan atau pertanyaan singkat dalam membantu klien menjelajahi lebih lanjut pokok pembicaraannya. Hal ini juga akan lebih menyadarkan klien bahwa penyuluh benar-benar mendengarkan apa yang dikemukakan oleh klien.  Misalnya:
“saya memahami apa yang dimaksud “
“Ceritakan lebih banyak lagi tentang hal itu”               
Kelemahan:
Pembicaraan yang selalu mengikuti pokok pembicaraan akan menyebabkan proses konselingan membosankan.
Karena terlalu fokus pada arah pembicaraan akan menyebabkan konselor kadang kehabisan kesabaran.
Pertanyaan terbuka
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Pertanyaan terbuka mengajak klien untuk meneruskan pembicaraannya dengan memberikan lebih banyak uraian mengenai hal yang telah dikemukakannya. Memulai pertanyaan dengan kata-kata Tanya seperti apa? Kapan,? Dimana? Bagaimana? Mengapa? Adalah suatu cra untuk membuat pertanyaan-pertanyaan itu terbuka.
Pertanyaan atau pernyataan terbuka akan menghasilkan jawaban yang dapat dijadikan arah atau informasi yang berguna untuk mengadakan tindakan lanjut, dan memungkinkan pula suasana percakapan itu. Hal ini juga menunjukan bahwa dia bebas untuk mengemukakan isi pembicaraan apapun yang di mauinya.  
Pertanyaan terbuka terjadi pada tahap-tahap awal pembicaraan.
Misalnya:
“bagaimana mengenai ibumu yang telah banyak mengecewakanmu?”
“apakah anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan?”
” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ? ”
Kelemahan : Kesempatan konselor untuk berbicara sangat minim karena klien akan banyak bercerita yang membuat si konselor hanya menjadi pendengar saja.

Pertanyaan tertutup
Pertanyaan tertutup cenderung menutup percakapan dengan hanya mengundang jawaban ”ya” atau “ tidak” saja. Rangkaian pertanyaan dan pernyataan tertutup seperti ini seperti pertanyaan penyidikan (interogasi) saja kedengarannya. Tujuan pertanyaan tertutup untuk:
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
P ertanyaan tertutup terjadi, saat klien tidak sanggup menahan emosi atau ekspresi yang berlebihan dari masalah yang dihadapi.
Misalnya:
Klien : ”Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor: ”Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? ”.
Klien : ” Empat ”
Konselor: ” Sekarang berapa ? ”
Klien : ” Sebelas ”
 “kedengeraannya seolah-olah ibumu mengecewakanmu.”
“apakah hal itu membuat kamu marah pula?”
“ya.”
Oh, saya kira kamu ingin lari dari rumah.”
“tidak.”
Kelemahan :
Inti masalah tidak akan terbuka dengan baik
Informasi yang didapat dari klien sangat minim, sehingga sulit mencari solusi.

Dorongan minimal
Dorongan minimal adalah semua isyarat, angkutan, sepatah kata atau suara tertentu, gerakan anggota badan, atau pengulangan kata-kata kunci yang menunjukkan bahwa penyuluh mempunyai perhatian dan ikut serta dalam pembicaraan klien. Cara ini memberikan kesempatan dan kebebasan kepada klien untuk terus berbicara. Dorongan minimal itu hendaknya digunakan sejak awal pertemuan dalam arus yang wajar dari seluruh percakapan. Tujuan dorongan minimal bertujuan agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.  
Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh…, ya…., lalu…, terus….dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Dorongan minimal ini dapat digunakan secara efektif untuk menjaga kelangsungan pembicaraan klien dan menghindari agar penyuluh tidak terlalu banyak berbicara yang dapat mengakibatkan klien hanya menjadi pendengar saja. Jika hal ini (penyuluh) terlalu banyak berbicara) terjadi, maka klien akan mudah menanggapi, “ini bukan mewawancarai saya. Dia ingin mendengar suaranya sendiri, bukan suara saja.”
Terjadi selama proses pengkonselingan berlangsung. Terutama saat klien menceritakan masalahnya.
 Misalnya:
“mmmmm”
a-ha
ya.
Jadi
Ibumu?
Contoh dialog:
Klien : “saya putus asa…dan saya nyaris…”(klien menghentikan pembicaraannya)
Konselor : “ya…
Klien : “nekad bunuh diri”
Konselor: “lalu…
Kelemahan :
Kesempatan konselor untuk berbicara sangat minim karena klien akan banyak bercerita yang membuat si konselor hanya menjadi pendengar saja.















BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
Dari beberapa penjelasan di atas dapatlah diketahui bahwa di dalam melaksanakan proses bimbingan dan konseling seorang konselor memiliki tanggung jawab yang besar, sepertihalnya dipaparkan di bab pembahasan di atas bahwa di dalam untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang di alami oleh klien seorang konselor harus memiliki teknik-teknik yang digunakan mulai sejak awal pertemuan hingga akhir penyelesaianmasalah.
Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa di dalam proses penyelesaian permasalahan yang dialami klien, memiliki banyak sekali teknik-teknik yang dapat digunakan, sehingga banyak alternatif-alternatif ketika gagal di dalam penggunaan satu teknik, bisa diganti dengan penggunaan teknik yang lain.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas penulis memberikan saran kepada para konselor, ataupun seorang guru pembimbing agar dapat menguasai teknik-teknik di dalam proses bimbingan dan konseling karena hal tersebut akan lebih mempermudah di dalam memperoleh informasi dari klien serta di dalam mengajak klien untuk mempercayai apa-apa yang dikatakan oleh konselor.









DAFTAR PUSTAKA
E.A. Munro, R.J. Manthei,J.J. Small,penyuluhan(counselling)suatu Pendekatan Berdasarkan Keterampilan, Jakarta: GHALIA INDONESIA, 1985
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/15/teknik-khusus-konseling/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/15/teknik-khusus-konseling/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar