BAB I
PENDAHULUAN
Seandainya
dalam semua segi, setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang
lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu
berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi,
setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita
mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau
bahkan dengan orang tua dan adik-adik dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di
luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan
masih banyak lagi. Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan
untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain.kita
harus memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana kepribadan itu
terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang tingkah laku, teori
tentang kepribadian agar tembentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga
gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat
dihinda
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI KEPRIBADIAN ERIK ERIKSON
A.
Biografi
Erik Erikson dilahirkan di Jerman
tanggal 15 Juni 1902. Sangat sedikit yang bisa diketahui tentang asal usulnya.
Ayahnya adalah seorang laki-laki berkebangsaan Denmark yang tidak dikenal
namanya dan tidak mau mengakui Erik sebagai anaknya sewaktu masih dalam
kandungan dan langsung meninggalkan ibunya. Ibunya, Karla Abrahamsen, adalah
wanita Yahudi yang membesarkannya sampai usia tiga tahun. Dia kemudian menikah
menikah Dr. Theodore Homberger. Mereka kemudian pindah ke Karlsruhe di Jerman
selatan.
Setelah lulus sekolah menengah Erik
memutuskan untuk menjadi seniman. Karena tidak mengambil kuliah seni, dia
memilih untuk keliling Eropa mengunjungi berbagai museum dan hidup seperti
gelandangan. Dia menjalani hidup secara bebas tanpa beban, sampai suatu saat
jelas “apa yang dikerjakannya”.
Di usia 25 tahun, temannya Peter
Blos seorang seniman yang kemudian
menjadi psikoanalisis menyarankannya agar mendaftar menjadi guru di sekolah percobaan
untuk anak-anak Amerika yang dikelola oleh Dorothy Burlingham, seorang teman
Anna Freud. Di samping mengajar seni, dia juga mendapat sertifikat dari
Montessori Education dan Vienna Psychoanalytic Society. Bisa dikatakan, dia
jadi seorang psikoanalis karena Anna Freud. Beberapa waktu kemudian, dia
bertemu Joan Serson, seorang guru tari dari Kanada dan menikahinya. Mereka
dikarunia 3 orang anak, salah satunya kemudian menjadi sosiolog terkenal.
Ketika
Nazi berkuasa, mereka sekeluarga menyingkir dari Wina, awalnya Copenhagen,
Denmark kemudian ke Boston, Amerika. Erikson diterima mengajar di Harvard
Medical School dan membuka praktik psikoanalisis anak-anak di rumahnya. Di masa
ini, dia bertemu dengan psikolog seperti Henry Murray, dan Kurt Lewin serta
antropolog terkenal semisal Ruth Benedict, Margaret Mead dan Gregory Beteson.
Dia kemudian mengajar d Universitas Yale University of California di Berkeley.
Di masa inilah dia melakukan studi-studinya yang terkenal tentang kehidupan
modern dalam suku Lakota dan Yurok.
Tahun
1950, dia menulis Childhood and Society, yang memuat kesimpulan penelitiannya
di tengah penduduk asli Amerika, analisis tentang Maxim Gorky dan Adolph Hitler
diskusi tentang “kepribadian Amerika” dan beberapa ringkasan teori Freudian. Pengaruh
kebudayaan tehadap kepribadian dan analisisnya terhadap tokoh-tokoh sejarah
tetap muncul dalam karya-karyanya yang lain, salah satunya adalah Gandhi’s
Truth, yang memenangkan Pulitzer Award dan National Book Award.
Di
tahun yang sama sewaktu merebak “terror” Senator Joseph McCarthy, Erikson
meninggalkan Berkeley karena professor-profesor disana menyuruh dia
menandatangani “dukungan” terhadap Senator McCarthy. Dia menghabiskan waktu
bekerja dan mengajar di suatu klinik di Massachussets selama 10 tahun, dan 10
tahun kemudian kembali ke Harvard. Walaupun telah pensiun tahun 1970, dia tetap
menulis dan melakukan penelitian bersama istrinya. Erik Erikson meninggal tahun
1994
B.
Teori
Erikson adalah seorang psikologi-ego
Freudian. Ini gagasan berarti dia membenarkan dan menerima gagasan-gagasan
Freud, termasuk gagasan tentang Oedipal Complex yang sampai sekarang masih
sering diperdebatkan. Teori Erikson lebih tertuju kepada masyarakat dan
kebudayaan jika dibandingkan para pendukung teori Freud lainnya. Ini terjadi
karena beliau mempunyai ketertarikan antropologi yang sangat besar, bahkan dia
sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Mungkin karena inilah
Erikson dikenal luas baik di kalangan Freudian maupun non Freudian.
1.
Prinsip
Epigenetik
Dia mengatakan bahwa pertumbuhan
berjalan berdasarkan prinsip epigenetic. Prinsip ini menyatakan bahwa
kepribadian kita berkembang melalui delapan tahap. Satu tahap ditentukan oleh
keberhasilan atau ketidak berhasilan tahap sebelumnya. Setiap tahapan memiliki
tugas-tugas perkembangan sendiri-sendiri yang pada hakikatnya bersifat
psikososial. Walaupun Erikson tetap mengikuti tradisi Freudian yang menyebut
tugas-tugas tersebut dengan kritis, namun pengertian yang dipakai Erikson sudah
sangat khusus.
Sebagai contoh, sewaktu di sekolah
dasar, anak-anak harus belajar dengan rajin dan bekerja keras, dan sifat inilah
yang diajarkan dalam interaksi social yang begitu kompleks di sekolah dan di
rumahnya pada usia itu.
Tugas-tugas tersebut ditunjukkan
oleh sepasang istilah. Tugas anak-anak, misalnya disebut “percaya tidak
percaya”. Sepintas lalu kelihatannya anak-anak memang sudah seharusnya belajar
percaya dan bukannya mencurigai. Akan tetapi, Erikson menjelaskan bahwa mesti
ada keseimbangan dalam apa yang harus kita pelajari. Jelasnya, kita memang
harus belajar percaya, tapi kita pun perlu mempelajari tidak percaya, walaupun
sedikit, agar di waktu besar kita tidak menjadi orang dungu dan teramat lugu.
Setiap tahap juga memiliki waktu
optimal tertentu. Tidak ada gunanya “mempercepat” kedewasaan seorang anak,
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang sangat terobsesi dengan
kesuksesan. Begitu pula, kita tidak akan berhasil memperlambat atau
menghentikan pertumbuhan kejiwaan seseorang untuk memasuki tahap selanjutnya.
Pendek kata, setiap tahap sudah punya jatah waktu masing-masing.
Kalau satu tahap berhasil dilewati
dengan baik, kita akan memperoleh beberapa kelebihan atau daya tahan
psikososial yang akan membantu kita melewati tahap-tahap selanjutnya dalam
kehidupan. Sebaliknya, jika kita gagal melewati satu tahap dengan baik, kita
mungkin akan tumbuh dengan maladaptation (adaptasi keliru) dan malignansi
(selalu curiga) yang membahayakan perkembangan selanjutnya, malignansi adalah
yang paling berbahaya dari keduanya, karena terlalu mengandung aspek negatif
dan sedikit sekali memuat sisi positif, seperti orang yang tidak mau percaya
pada siapapun. Sementara maladaptation tidaklah terlalu berbahaya, karena
banyak mengandung aspek positif dan sedikit sisi negative, seperti orang yang
terlalu mudah percaya pada siapa saja.
Temuan terbesar Erikson bukan
postulasi lima tahap seperti yang ditawarkan oleh Freud, tapi delapan tahap.
Erikson memang mengelaborasi lima tahap dari Freud, tahap genital sampai remaja,
dan manambah tiga tahap kedewasaan. Kita tidak pernah tumbuh terutama secara
psikologis walaupun kita telah melewatkan ulang tahun yang ke 20 atau ke 30.
Erikson juga memiliki pandangan
khusus tentang hubungan antargenerasi, yang dia sebut hubungan timbal balik
(mutuality). Dengan sangat jelas Freud mengatakan bahwa orang tua pasti
memengaruhi perkembangan anaknya. Kemudian Erikson menambahkan bahwa anak-anak
pun juga memengaruhi perkembangan kejiwaan orang tua mereka. Misalnya,
kelahiran seorang anak ke dalam kehidupan sepasang suami-istri pasti mengubah
kehidupan orang tuanya dan menggirig keduanya ke tahap perkembangan kejiwaan
yang baru. Bahkan dapat ditambahkan lagi dengan kehadirna generasi ketiga
(cucu) ke dalam sebuah keluarga. Sebagian besar kita pasti mendapat pengaruh
sebuah keluarga. Sebagian besar kita pasti mendapat pengaruh dari kakek dan
nenek kita, sementara mereka berduapun juga terpengaruh oleh kita.
Delapan Tahap
Perkembangan menurut Erikson
Tahap (usia)
|
Krisis
Psikososial
|
Hubungan
Khusus
|
Perangkat
Psikososial
|
Tujuan
Psikososial
|
Maladaptasi
dan Malignansi
|
I
(0-1)-
Bayi
|
Percaya VS tidak percaya
|
Ibu
|
Mengambil kemudian mengembalikan
|
Harapan kepercayaan
|
Distorsi indrawi, penakut
|
II
(2-3)-
Balita
|
Otonom vs pemalu dan ragu-ragu
|
Orang tua
|
Menguasai kemudian melepaskan
|
Kehendak, ketergantungan
|
Impulsive, kompulsif
|
III
(3-6)-
Pra sekolah
|
Inisiatif vs rasa bersalah
|
Keluarga
|
Pergi keluar, bermain
|
Tujuan, keberanian
|
Ketidak pedulian, berdiam diri
|
IV
(7-12)-
Usia sekolah
|
Berkarya vs inferioritas
|
Berteman dan sekolah
|
Menyelesaikan sesuatu, kerja sama
|
kompetensi
|
Keahlian sempit, kelembapan
|
V (12-18)- Remaja
|
Identitas ego vs keraguan peran
|
Teman, gengm model peran
|
Menjadi diri sendiri, berbagi dengan orang lain
|
Kesetiaan, loyalitas
|
Fanatisme, penolakan
|
VI (usia 20an)-pemuda
|
Intimasi vs isolasi
|
Teman-teman
|
Menemukan jati diri dalam diri orang lain
|
cinta
|
Rasa cuek –keterkucilkan
|
VII (akhir 20an sampai 50 an)-separuh baya
|
Generativitas vs tidak berbuat apa-apa
|
Rumah tangga, rekan kerja
|
Mencipta, menjaga
|
Kepedulian
|
Terlalu peduli penolakan
|
VIII (usia 50an dan seterusnya(, manula
|
Integritas vs kekecewaan
|
Kemanusiaan atau milikku
|
Memasrahkan diri, merasa cukup, menanti ajal
|
kebijaksanaan
|
Berandai-andai, penggerutu
|
Tahap pertama
Tahap pertama, kanak-kanak atau oral
sensory stage, kira-kira terjadi pada usia 0 sampai dengan 1 atau 1 setengah
tahun. Tugas yang dijalani adalah mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan
kemampuan untuk tidak percaya.
Jika ibu dan ayah bisa memberikan
rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka
bayi mereka itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khusunya
dunia social sebagai tempat yang aman didiami, bahwa orang-orang yang ada di
dalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Melalui respon orang tuanya
dianggap tidak dapat dipercaya dan tidak layak, jika mereka berdua seolah-olah
meolak kehadiran dan tidak mau memberi rasa hangat dan dekat padanya, jika
hal-hal lain membuat orang tuanya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi
memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi itu akan lebih mengembangkan rasa
tidak percaya. Dia akan selalu curiga pada orang lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa orang
tua harus serba sempurna tanpa cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi
anaknyapun akan menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptive, Erikson
menyebutkan hal ini dengan salah penyesuaian indriawi (sensory maladjustment).
Orang yang terlalu percaya tidak akan pernah menganggap orang lain akan berbuat
jahat kepadanya, dan akan menggunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan
cara pandang seperti ini. Hal terburuk tentu saja terjadi jika perkembangan
tahap ini lebih terarah pada ketidakpercayaan. Anak-anak akan berkembang kearah
rasa curiga dan terancam terus menerus, hal ini ditandai dengan depresi,
paranoid dan bisa jadi psikosos.
Jika keseimbangan dapat dicapai
dalam tahap ini, nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak adalah
harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatunya tidak
berjalan semestinya, mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki. Salah satu tanda seorang anak mengalami keseimbangan
perkembangan pada tahap ini adalah ketika dia tidak merasa tertekan karena
menunggu terlebih dahulu agar kebutuhannya dipenuhi.
Tahap kedua
Tahap kedua adalah tahap anus-otot
(anal muscular stages) masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan
sampai 3-4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada tahap ini adalah
kemandirian sekaligus memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.
Kalau ayah dan ibu sering terlibat
memperhatikan anak mengizinkan seorang anak yang kini sudah balita
mengeksplorasi dan mengubah lingkungannya, anak itu akan mengembangkan rasa
mandiri dan keridaktergantungan. Orang tua tidak mesti mengobarkan keberanian
anak dan tidak pula harus mematikannya. Keseimbanganlah yang diperlukan disini.
Walaupun begitu, sedikit rasa malu
dan ragu tetap penting bahkan sangat berguna. Tanpa adanya perasaan ini,
anak-anak akan berkembang ke arah sikap maladaptive yang disebut Erikson
impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), tidak adanya rasa malu akan
menggiring anda, baik di masa kecil maupun dewasa, melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan kemampuan anda.
Namun terlalu pemalu dan selalu ragu
juga tidak baik, karena akan membawa anda pada sikap malignansi yang disebut
Erikson dengan compulsiveness. Orang yang mempunyai sifat kompulsif menganggap
kalau keberadaan mereka bergantung pada apa yang harus mereka lakukan dan oleh
karena itu segala sesuatu harus dilakukan secara sempurna. Jika berhasl
menyeimbangkan kemandirian dengan rasa malu dan ragu, nilai positif yang akan
anda kembangkan adalah kehendak atau kebulatan tekad.
Tahap ketiga
Tahap ketiga adalah tahap
kelamin-lokomotor (genital locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap
bermain. Pada usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, tugas yang harus diemban seorang
anak adalah belajar mempunyai gagasan (initiative) tanpa terlalu banyak
melakukan kesalahan. Inisiatif berarti memiliki tanggapan positif terhadap
tantangan dunia luar, bertanggung jawab dan mempelajari kemampuan baru dan
merasa punya tujuan. Orangtua dapat menumbuhkan sikap inisiatif ini dengan cara
mendorong anak mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Kita harus menerima dan
mendorong fantasi, imajinasi, dan rasa ingin tahu mereka. Di masa ini anak-anak
memiliki kemampuan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya, yaitu
membayangkan apa yang akan terjadi, sesuatu yang belum ada dalam kenyataan saat
ini.
Erikson adalah penganut teori
Freudian, dan tentu saja dia mengaitkan tahap ini dengan pengalaman Oedipal.
Dilihat dari sudut pandangnya, krisis Oedipal melibatkan rasa enggan seorang
anak untuk kehilangan kedekatannya sengan orang tua yang jenis kelaminnya
berbeda dengan dia. Sikap inisiatif yang terlalu besar dan terlalu minim akan
sikap tanggungjawab dan rasa bersalah akan melahirkan maladaptive yang disebut
Erikson dengan ketidakpedulian (ruthlessness). Orang yang tidak peduli sangat
pandai mengelola sikap inisiatifnya. Mereka punya rencana sendiri, apakah itu
tentang sekolah, hubungan cinta ataupun karir. Mereka tidak peduli pada
apa dan siapapun yang harus dilewati dan
disingkirkan demi mewujudkan rencana ini. Tujuan adalah segalanya dan perasaan
bersalah mereka sangat kecil. Bentuk ekstrem dari sikap tidak peduli ini adalah
sosiopathy.
Sikap tidak peduli berdampak buruk
pada orang lain, tapi dengan enteng sikap ini dijalani orang yang memang tidak
peduli pada apapun. Orang yang paling menderita dengan sikap ini adalah orang
yang mengalami malignansi, yakni orang yang terlalu banyak merasa bersalah yang
disebut erikson berdiam diri (inhibition). Orang yang punya sifat ini tidak
akan mencoba melakukan apa-apa, sebab dengan tidak melakukan apa-apa “tidak
akan beresiko”. Terutama tidak akan merasa bersalah.
Tahap keempat
Tahap keempat adalah tahap laten
(latency stage)yang terjadi pada usia sekolah dasar anatara umur 6-12 tahun.
Tugas yang diemban disini adalah mengembangkan kemampuan kerja keras dan
menghindari perasaan rasa rendah diri. Anak-anak harus mengendalikan imajinasi
dan mengabdikan diri pda pendidikan dan mempelajari kemampuan social yang
diperlukan oleh lingkungan sosialnya.
Dalam tahap ini wilayah social yang
terlibat bertambah luas; orang tua dan kerabat dekat ditambah dengan guru dan
teman-teman sekolah serta anggota-anggota masyarakat yang lebih luas lagi.
Orang tua harus mendorong, guru harus memberikan perhatian, teman harus menerima,
dan sebagainya. Mereka harus belajar merasakan bagaimana rasanya berhasil,
apakah itu di sekolah atau di tempat bermain, baik secara pelajaram ,aupun
pergaulan social.
Cara terbaik membedakan amak di tahp
ketiga dan tahap keempat adalah dengan cara melihat bagaimana mereka bermain.
Anak yang berusia 4 tahun memang suka permainan, tapi mereka tidak terlalu
memahami apa itu aturan permainan. Mereka bisa saja mengubah aturan beberapa
kali selam permainan, dan agak cemberut kaluau permainan itu harus diakhiri.
Sementara anak yang berusia 7 tahun tidak kan sabar menunggu hasil permainan.
Jika seorang anak tidak banyak mendapatkan kesempatan sukses mungkin karena
guru yang keras atau teman yang selalu menolak, yang mengakibatkan dalam
dirinya berkembang rasa inferioritas atau tidak mampu. Sumber lain perasaan
inferior yang disebutkan Erikson adalah masalah ras, jenis kelamin dan
bentuk-bentuk diskriminasi lainnya.
Jika rasa giat dan rajin ini terlalu
besar, yang akan lahir adalah kecenderungan maladaptive yang disebut dengan
keahlian sempit (narrow virtuosity). Kita dapat melihat hal ini pada anak yang
tidak dibiarkan menjadi anak-anak, yaitu anak yang terlalu dipaksa oleh orang
tuanya dan gurunya agar berhasil, tanpa membiarkan rasa tertariknya yang kebih luas.
Anak seperti ini adalah anak yang tidak punya kehidupan. Kita dapat melihat
contohnya pada diri anak-anak yang jadi artis cilik, atlet cilik, musisi cilik
dan sebagainya,
Namun yang sering terjadi adalah
malignansi yang disebut dengan kelembaman (inertia). Mereka yang mengidap sifat
ini adalah orang-orang yang menderita apa yang oleh Alfred Adler sebut dengan
“masalah-masalah inferioritas”.
Tahap kelima
Tahap kelima adalah tahap remaja,
yang dimulai pada saat puber dan berakhir pada usia 18 tahun atau 20 tahun,
tugas yang harus dilakukan pada tahp ini adaaah pencapaian identiitas pribadi
(ego identity) dan menghindari peran ganda (roel confusion). Kepribadian remaja
adalah hal yang pertama kali dan paling menarik perhatian Erikson. Karenanya
pola yang diperolehnya dari tahap remaja ini menjadi basis bagi seluruh
pemikirannya tentang tahap-tahap perkembangan lain. Pencarian identitas pribadi
akan melibatkan seluruh hal yang kita ketahui dan pelajari tentang kehidupan
dan diri sendiri serta kemudian menyatukannya menjadi satu kesatuan citra-diri,
sosok yang kan dirujuk oleh masyarkat.
Ada beberapa hal yang akan membuat proses pencarian ini menjadi lebih mudah,
pertama kita harus tahu mainstream kebudayaan orang dewasa yang menurut
pandangan remaja sangat berguna. Ini dapat dilakukan dengan cara menjadikan
orang dewasa sebagai panutan dan mau
berkomunikasi dengan mereka.
Selanjutnya masyarakat harus
menyediakan semacam ritus-ritus penerimaan, acara atau ritual-ritual tertentu
yang membantu membedakan antara yang telah dewasa dan anak-anak.
Salah satu saran Erikson bagi
anak-anak remaja di zaman sekarang adalah kendali psikosial. Erikson
menyarankan agar remaja agar “rehat sebentar” kita ingin sukses secepat
mungkin, dan hanya sedikit diantara kita yang mencoba berpikir lamat-lamat
apakah arti sukses bagi kita, mungkin yang kita perlukan adalah proses remaja
di suku Indian Lakota. Mungkin kita perlu sedikit merasakan mimpi yang
menggambarkan siapa kita. Kecenderungan “identitas ego” terlalu kuat, dimana peran
seseorang dalam satu masyarakat atau kebudayaan tidak akan menyisakan sedikit
raung toleransi. Erikson menyebut maladaptive ini dengan fanatisme. Orang yang
fanatic meyakini seyakin-yakinnya bahwa jalannyalah yang terbaik. Para remaja
tentu tahu idelisme mereka sendiri karena mereka cenderung memandang sesuatu
secara hitam putih. Kehilangan identitas pun jadi persoalan yang sama rumitnya,
dan Erikson menyebut kecenderungan malignansi ini dengan pengingkaran. Kalau
kita berhasil melewati tahapan ini, nilai lebih yang akan diperoleh adalah
kesetiaan, yaitu kemampuan hidup berdasarkan stgandar yang berlaku di tengah
masyarakat terlepas dari segala kekurangan dan kelemahan dan
ketidakkonsistenannya.
Tahap keenam
Jika kita berhasil melewati 5 tahap
sebelumnya, selanjutnya kita akan masuk pada tahap pemuda, yaitu usia 18 sampai
30 tahun, usia di tahap-tahap dewasa ini lebih cair disbanding tahap
kanak-kanak, dan setiap orang berbeda satu sama lain. Tugas yang harus dijalani
pada tahap ini adalah kedekatan dengan orang lain (intimacy) dan berusaha
menghindar dari sikap menyendiri (isolation).
Intimasi adalah kemampuan untuk
dekat dengan orang lain. Seperti kekasihm teman atau anggota masyarakat.
Kecenderungan maladaptive di tahap ini disebut Erikson dengan rasa cuek
(promiscuity), yakni ketika kita merasa terlalu bebas tidak terlalu tergantung
pada bentuk hubungan dekat apapun. Ini bisa terjadi dalam hubungan dengan
sahabat, tetangga, lingkungan masyarakat.
Sementara untuk sisi malignansi
tahap ini disebut Erikson dengan keterkucilan (exclusion), yaitu kecenderungan
mengisolasi diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, dan
menumbuhkan rasa bendi dan dendam sebagai kompensasi darj kesendirian dan
kesepian yang dirasakan.
Tahap ketujuh
Tahap ketujuh adalah tahap dewasa
(middle adulthood). Agak sulit menentukan rentang usia tahap ini, tapi yang
jelas di tahap ini terckapu periode dimana kita terlibat langsung dengan
kehadiran anak-anak. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah
mengabdikan diri untuk keseimbangan antara sifat “melahirkan sesuatu”
(generativity) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnation).
Generativitas adalah perluasan cinta
ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang,
disini dapt dirasakan bahwa sifat ini kurang mementingkan diri sendiri
dibandingkan kedekatan dan keintiman yang jadi karakter tahap sebelumnya.
Sebaliknya stagnasi adalah pemujaan
diri sendiri yang tidak peduli siapapun. Orang yang stagnan, gagal mejadi
anggota masyarakat yang produktif. Kecenderungan maladaptive yang disebut
Erikson terlalu peduli dapat membantu kita dalam hal ini.
Tahap kedelapan
Tahap ini adalah tahap usia senja.
Yang biasanya dimulai waktu pension, setelah anak-anak berkeluarga, kira-kira
di usia 60an. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahp ini dianggap
berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya, sementara mereka yang gagal dianggap
kurang berhasil mengemban tugas-tugas di tahap sebelumnya. Yang jadi tugas di
tahap terakhir ini adalah integritas ego dan berupaya menghilangkan putus asa
dan kekecewaan. Tahap ini terasa sangat sulit dilewati, khususnya jika dilihat
dari sudut pandang orang muda. Pertama-tama muncul perasaanm terasing dari
masyarakat karena sebagian besar orang di usia ini merasa tidak berguna lagi.
Kecenderungan maladaptive di tahap ini disebut Erikson dengan berandai-andai.
Inilah yang terjadi ketika seseorang berandai-andai tentang integritas ego
sementara dia tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan hidup di masa tua.
Adapun kecenderungan malignansinya adalh menggerutu (disdain) yang diartikan
Erikson sebagai sikap sumpah serapah dan menyesali kehidupan sendiri atau orang
lain.
KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN
Teori Erikson dikatakan sebagai
salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan.
Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki
kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati
kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada
setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir
adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan
pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan
kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari
mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna
memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman
modern seperti ini.
Pada teori psikoanalisis Erikson
terdapat kelemahan yang dapat menimbulkan kritikan diantaranya yaitu:
a. Tidak dapat diterapkan secara universal berarti bahwa saat menganalisis tahap perkembang identitas remaja yang dianggap sebagai tahap penting karena pada tahapan ini merupakan tahapan untuk mencari jati diri. Namun Erikson menganalisis tahapan identitas remaja ini hanya untuk kaum laki-laki.
b. Erikson mendapat kritikan hebat dari kaum perempuan karena mereka beranggapan bahwa Erikson menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah serta membatasi pilihan perempuan untuk berdiam diri di rumah, menjadi isteri dan ibu
a. Tidak dapat diterapkan secara universal berarti bahwa saat menganalisis tahap perkembang identitas remaja yang dianggap sebagai tahap penting karena pada tahapan ini merupakan tahapan untuk mencari jati diri. Namun Erikson menganalisis tahapan identitas remaja ini hanya untuk kaum laki-laki.
b. Erikson mendapat kritikan hebat dari kaum perempuan karena mereka beranggapan bahwa Erikson menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah serta membatasi pilihan perempuan untuk berdiam diri di rumah, menjadi isteri dan ibu
BAB III
SIMPULAN
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego
ialah sebuah asumpsi mengenai perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu
tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam kehidupan setiap manusia.
Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah disusun sangat berpengaruh
terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan kata lain,
Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan
berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan
melalui sebuah rangkaian kata yaitu :
(1) Pada dasarnya setiap perkembangan dalam
kepribadian manusia mengalami keserasian dari tahap-tahap yang telah ditetapkan
sehingga pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong,
mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih luas.
(2) Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk
memelihara saat setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut guna
berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk mendorong secara tepat
berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-tahap yang ada.
Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and
Society” tahun 1963, Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan
tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa
dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”. Erikson berdalil
bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku
kata yaitu epi yang artinya “upon” atau sesuatu yang sedang
berlangsung, dan genetic yang berarti “emergence” atau kemunculan.
Gambaran dari perkembangan cermin mengenai ide dalam setiap tahap lingkaran
kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang mana hal ini sangat dominan dan
karena itu muncul , dan akan selalu terjadi pada setiap tahap perkembangan
hingga berakhir pada tahap dewasa, secara keseluruhan akan adanya
fungsi/kegunaan kepribadian dari setiap tahap itu sendiri. Selanjutnya, Erikson
berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh krisis. Perbedaan
dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah
sebuah masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang
sangat vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan
perkembangan antar personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan
dalam sebuah sikap yang mudah sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari
ego pada setiap tahap.
Erikson percaya “epigenetic principle” akan
mengalami kemajuan atau kematangan apabila dengan jelas dapat melihat krisis
psikososial yang terjadi dalam lingkaran kehidupan setiap manusia yang sudah
dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar. Di mana gambar tersebut memaparkan
tentang delapan tahap perkembangan yang pada umumnya dilalui dan dijalani oleh
setiap manusia secara hirarkri seperti anak tangga. Di dalam kotak yang
bergaris diagonal menampilkan suatu gambaran mengenai adanya hal-hal yang
bermuatan positif dan negatif untuk setiap tahap secara berturut-turut. Periode
untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan mengenai kondisi yang relatif
berkaitan dengan kesehatan psikososial dan cocok dengan sakit yang terjadi
dalam kesehatan manusia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Boeree, George, 2009, Personality Theories, Yogyakarta:
Prismasophie
Metia, Cut, 2009, Psikologi Kepribadian, Bandung:
Citapustaka Media Perintis
Suria Brata, Jumadi, 1966, Psikologi Kepribadian, Jakarata: PT.
Grafindo
thanks udah ngeposting teori kepribadian eriksen
BalasHapus