a.vipermenu, a.vipermenu:link, a.vipermenu:visited {display:block; width:230px; height:25px; background:#444444; border:1px solid #222; margin-top:5px; text-align:center; text-decoration:none; font-family:arial; font-size:16px; font-weight:normal;color:#FFFFFF; line-height:20px; overflow:hidden; float:left;} a.vipermenu:hover {color:#FFFFFF; background:#666666;} #vipergoymenu {width:auto; margin:0 auto;}

Selasa, 20 November 2012

TEORI KEPRIBADIAN ERIKSON

BAB I
PENDAHULUAN
            Seandainya dalam semua segi, setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau bahkan dengan orang tua dan adik-adik dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain.kita harus memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang tingkah laku, teori tentang kepribadian agar tembentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihinda











BAB II
PEMBAHASAN
TEORI KEPRIBADIAN ERIK ERIKSON
A.    Biografi
Erik Erikson dilahirkan di Jerman tanggal 15 Juni 1902. Sangat sedikit yang bisa diketahui tentang asal usulnya. Ayahnya adalah seorang laki-laki berkebangsaan Denmark yang tidak dikenal namanya dan tidak mau mengakui Erik sebagai anaknya sewaktu masih dalam kandungan dan langsung meninggalkan ibunya. Ibunya, Karla Abrahamsen, adalah wanita Yahudi yang membesarkannya sampai usia tiga tahun. Dia kemudian menikah menikah Dr. Theodore Homberger. Mereka kemudian pindah ke Karlsruhe di Jerman selatan.
Setelah lulus sekolah menengah Erik memutuskan untuk menjadi seniman. Karena tidak mengambil kuliah seni, dia memilih untuk keliling Eropa mengunjungi berbagai museum dan hidup seperti gelandangan. Dia menjalani hidup secara bebas tanpa beban, sampai suatu saat jelas “apa yang dikerjakannya”.
Di usia 25 tahun, temannya Peter Blos seorang seniman  yang kemudian menjadi psikoanalisis menyarankannya agar mendaftar menjadi guru di sekolah percobaan untuk anak-anak Amerika yang dikelola oleh Dorothy Burlingham, seorang teman Anna Freud. Di samping mengajar seni, dia juga mendapat sertifikat dari Montessori Education dan Vienna Psychoanalytic Society. Bisa dikatakan, dia jadi seorang psikoanalis karena Anna Freud. Beberapa waktu kemudian, dia bertemu Joan Serson, seorang guru tari dari Kanada dan menikahinya. Mereka dikarunia 3 orang anak, salah satunya kemudian menjadi sosiolog terkenal.
Ketika Nazi berkuasa, mereka sekeluarga menyingkir dari Wina, awalnya Copenhagen, Denmark kemudian ke Boston, Amerika. Erikson diterima mengajar di Harvard Medical School dan membuka praktik psikoanalisis anak-anak di rumahnya. Di masa ini, dia bertemu dengan psikolog seperti Henry Murray, dan Kurt Lewin serta antropolog terkenal semisal Ruth Benedict, Margaret Mead dan Gregory Beteson. Dia kemudian mengajar d Universitas Yale University of California di Berkeley. Di masa inilah dia melakukan studi-studinya yang terkenal tentang kehidupan modern dalam suku Lakota dan Yurok.
Tahun 1950, dia menulis Childhood and Society, yang memuat kesimpulan penelitiannya di tengah penduduk asli Amerika, analisis tentang Maxim Gorky dan Adolph Hitler diskusi tentang “kepribadian Amerika” dan beberapa ringkasan teori Freudian. Pengaruh kebudayaan tehadap kepribadian dan analisisnya terhadap tokoh-tokoh sejarah tetap muncul dalam karya-karyanya yang lain, salah satunya adalah Gandhi’s Truth, yang memenangkan Pulitzer Award dan National Book Award.
Di tahun yang sama sewaktu merebak “terror” Senator Joseph McCarthy, Erikson meninggalkan Berkeley karena professor-profesor disana menyuruh dia menandatangani “dukungan” terhadap Senator McCarthy. Dia menghabiskan waktu bekerja dan mengajar di suatu klinik di Massachussets selama 10 tahun, dan 10 tahun kemudian kembali ke Harvard. Walaupun telah pensiun tahun 1970, dia tetap menulis dan melakukan penelitian bersama istrinya. Erik Erikson meninggal tahun 1994
B.     Teori
Erikson adalah seorang psikologi-ego Freudian. Ini gagasan berarti dia membenarkan dan menerima gagasan-gagasan Freud, termasuk gagasan tentang Oedipal Complex yang sampai sekarang masih sering diperdebatkan. Teori Erikson lebih tertuju kepada masyarakat dan kebudayaan jika dibandingkan para pendukung teori Freud lainnya. Ini terjadi karena beliau mempunyai ketertarikan antropologi yang sangat besar, bahkan dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Mungkin karena inilah Erikson dikenal luas baik di kalangan Freudian maupun non Freudian.
1.      Prinsip Epigenetik
Dia mengatakan bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip epigenetic. Prinsip ini menyatakan bahwa kepribadian kita berkembang melalui delapan tahap. Satu tahap ditentukan oleh keberhasilan atau ketidak berhasilan tahap sebelumnya. Setiap tahapan memiliki tugas-tugas perkembangan sendiri-sendiri yang pada hakikatnya bersifat psikososial. Walaupun Erikson tetap mengikuti tradisi Freudian yang menyebut tugas-tugas tersebut dengan kritis, namun pengertian yang dipakai Erikson sudah sangat khusus.
Sebagai contoh, sewaktu di sekolah dasar, anak-anak harus belajar dengan rajin dan bekerja keras, dan sifat inilah yang diajarkan dalam interaksi social yang begitu kompleks di sekolah dan di rumahnya pada usia itu.
Tugas-tugas tersebut ditunjukkan oleh sepasang istilah. Tugas anak-anak, misalnya disebut “percaya tidak percaya”. Sepintas lalu kelihatannya anak-anak memang sudah seharusnya belajar percaya dan bukannya mencurigai. Akan tetapi, Erikson menjelaskan bahwa mesti ada keseimbangan dalam apa yang harus kita pelajari. Jelasnya, kita memang harus belajar percaya, tapi kita pun perlu mempelajari tidak percaya, walaupun sedikit, agar di waktu besar kita tidak menjadi orang dungu dan teramat lugu.
Setiap tahap juga memiliki waktu optimal tertentu. Tidak ada gunanya “mempercepat” kedewasaan seorang anak, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang sangat terobsesi dengan kesuksesan. Begitu pula, kita tidak akan berhasil memperlambat atau menghentikan pertumbuhan kejiwaan seseorang untuk memasuki tahap selanjutnya. Pendek kata, setiap tahap sudah punya jatah waktu masing-masing.
Kalau satu tahap berhasil dilewati dengan baik, kita akan memperoleh beberapa kelebihan atau daya tahan psikososial yang akan membantu kita melewati tahap-tahap selanjutnya dalam kehidupan. Sebaliknya, jika kita gagal melewati satu tahap dengan baik, kita mungkin akan tumbuh dengan maladaptation (adaptasi keliru) dan malignansi (selalu curiga) yang membahayakan perkembangan selanjutnya, malignansi adalah yang paling berbahaya dari keduanya, karena terlalu mengandung aspek negatif dan sedikit sekali memuat sisi positif, seperti orang yang tidak mau percaya pada siapapun. Sementara maladaptation tidaklah terlalu berbahaya, karena banyak mengandung aspek positif dan sedikit sisi negative, seperti orang yang terlalu mudah percaya pada siapa saja.
Temuan terbesar Erikson bukan postulasi lima tahap seperti yang ditawarkan oleh Freud, tapi delapan tahap. Erikson memang mengelaborasi lima tahap dari Freud, tahap genital sampai remaja, dan manambah tiga tahap kedewasaan. Kita tidak pernah tumbuh terutama secara psikologis walaupun kita telah melewatkan ulang tahun yang ke 20 atau ke 30.
Erikson juga memiliki pandangan khusus tentang hubungan antargenerasi, yang dia sebut hubungan timbal balik (mutuality). Dengan sangat jelas Freud mengatakan bahwa orang tua pasti memengaruhi perkembangan anaknya. Kemudian Erikson menambahkan bahwa anak-anak pun juga memengaruhi perkembangan kejiwaan orang tua mereka. Misalnya, kelahiran seorang anak ke dalam kehidupan sepasang suami-istri pasti mengubah kehidupan orang tuanya dan menggirig keduanya ke tahap perkembangan kejiwaan yang baru. Bahkan dapat ditambahkan lagi dengan kehadirna generasi ketiga (cucu) ke dalam sebuah keluarga. Sebagian besar kita pasti mendapat pengaruh sebuah keluarga. Sebagian besar kita pasti mendapat pengaruh dari kakek dan nenek kita, sementara mereka berduapun juga terpengaruh oleh kita.
Delapan Tahap Perkembangan menurut Erikson
Tahap (usia)
Krisis Psikososial
Hubungan Khusus
Perangkat Psikososial
Tujuan Psikososial
Maladaptasi dan Malignansi
I
(0-1)-
Bayi
Percaya VS tidak percaya
Ibu
Mengambil kemudian mengembalikan
Harapan kepercayaan
Distorsi indrawi, penakut
II
(2-3)-
Balita
Otonom vs pemalu dan ragu-ragu
Orang tua
Menguasai kemudian melepaskan
Kehendak, ketergantungan
Impulsive, kompulsif
III
(3-6)-
Pra sekolah
Inisiatif vs rasa bersalah
Keluarga
Pergi keluar, bermain
Tujuan, keberanian
Ketidak pedulian, berdiam diri
IV
(7-12)-
Usia sekolah
Berkarya vs inferioritas
Berteman dan sekolah
Menyelesaikan sesuatu, kerja sama
kompetensi
Keahlian sempit, kelembapan
V (12-18)- Remaja
Identitas ego vs keraguan peran
Teman, gengm model peran
Menjadi diri sendiri, berbagi dengan orang lain
Kesetiaan, loyalitas
Fanatisme, penolakan
VI (usia 20an)-pemuda
Intimasi vs isolasi
Teman-teman
Menemukan jati diri dalam diri orang lain
cinta
Rasa cuek –keterkucilkan
VII (akhir 20an sampai 50 an)-separuh baya
Generativitas vs tidak berbuat apa-apa
Rumah tangga, rekan kerja
Mencipta, menjaga
Kepedulian
Terlalu peduli penolakan
VIII (usia 50an dan seterusnya(, manula
Integritas vs kekecewaan
Kemanusiaan atau milikku
Memasrahkan diri, merasa cukup, menanti ajal
kebijaksanaan
Berandai-andai, penggerutu

Tahap pertama
Tahap pertama, kanak-kanak atau oral sensory stage, kira-kira terjadi pada usia 0 sampai dengan 1 atau 1 setengah tahun. Tugas yang dijalani adalah mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk tidak percaya.
Jika ibu dan ayah bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi mereka itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khusunya dunia social sebagai tempat yang aman didiami, bahwa orang-orang yang ada di dalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Melalui respon orang tuanya dianggap tidak dapat dipercaya dan tidak layak, jika mereka berdua seolah-olah meolak kehadiran dan tidak mau memberi rasa hangat dan dekat padanya, jika hal-hal lain membuat orang tuanya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi itu akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya. Dia akan selalu curiga pada orang lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa orang tua harus serba sempurna tanpa cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi anaknyapun akan menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptive, Erikson menyebutkan hal ini dengan salah penyesuaian indriawi (sensory maladjustment). Orang yang terlalu percaya tidak akan pernah menganggap orang lain akan berbuat jahat kepadanya, dan akan menggunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan cara pandang seperti ini. Hal terburuk tentu saja terjadi jika perkembangan tahap ini lebih terarah pada ketidakpercayaan. Anak-anak akan berkembang kearah rasa curiga dan terancam terus menerus, hal ini ditandai dengan depresi, paranoid dan bisa jadi psikosos.
Jika keseimbangan dapat dicapai dalam tahap ini, nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak adalah harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatunya tidak berjalan semestinya, mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Salah satu tanda seorang anak mengalami keseimbangan perkembangan pada tahap ini adalah ketika dia tidak merasa tertekan karena menunggu terlebih dahulu agar kebutuhannya dipenuhi.


Tahap kedua
Tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal muscular stages) masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3-4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada tahap ini adalah kemandirian sekaligus memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.
Kalau ayah dan ibu sering terlibat memperhatikan anak mengizinkan seorang anak yang kini sudah balita mengeksplorasi dan mengubah lingkungannya, anak itu akan mengembangkan rasa mandiri dan keridaktergantungan. Orang tua tidak mesti mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Keseimbanganlah yang diperlukan disini.
Walaupun begitu, sedikit rasa malu dan ragu tetap penting bahkan sangat berguna. Tanpa adanya perasaan ini, anak-anak akan berkembang ke arah sikap maladaptive yang disebut Erikson impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), tidak adanya rasa malu akan menggiring anda, baik di masa kecil maupun dewasa, melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kemampuan anda.
Namun terlalu pemalu dan selalu ragu juga tidak baik, karena akan membawa anda pada sikap malignansi yang disebut Erikson dengan compulsiveness. Orang yang mempunyai sifat kompulsif menganggap kalau keberadaan mereka bergantung pada apa yang harus mereka lakukan dan oleh karena itu segala sesuatu harus dilakukan secara sempurna. Jika berhasl menyeimbangkan kemandirian dengan rasa malu dan ragu, nilai positif yang akan anda kembangkan adalah kehendak atau kebulatan tekad.
Tahap ketiga
Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Pada usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, tugas yang harus diemban seorang anak adalah belajar mempunyai gagasan (initiative) tanpa terlalu banyak melakukan kesalahan. Inisiatif berarti memiliki tanggapan positif terhadap tantangan dunia luar, bertanggung jawab dan mempelajari kemampuan baru dan merasa punya tujuan. Orangtua dapat menumbuhkan sikap inisiatif ini dengan cara mendorong anak mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Kita harus menerima dan mendorong fantasi, imajinasi, dan rasa ingin tahu mereka. Di masa ini anak-anak memiliki kemampuan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya, yaitu membayangkan apa yang akan terjadi, sesuatu yang belum ada dalam kenyataan saat ini.
Erikson adalah penganut teori Freudian, dan tentu saja dia mengaitkan tahap ini dengan pengalaman Oedipal. Dilihat dari sudut pandangnya, krisis Oedipal melibatkan rasa enggan seorang anak untuk kehilangan kedekatannya sengan orang tua yang jenis kelaminnya berbeda dengan dia. Sikap inisiatif yang terlalu besar dan terlalu minim akan sikap tanggungjawab dan rasa bersalah akan melahirkan maladaptive yang disebut Erikson dengan ketidakpedulian (ruthlessness). Orang yang tidak peduli sangat pandai mengelola sikap inisiatifnya. Mereka punya rencana sendiri, apakah itu tentang sekolah, hubungan cinta ataupun karir. Mereka tidak peduli pada apa  dan siapapun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mewujudkan rencana ini. Tujuan adalah segalanya dan perasaan bersalah mereka sangat kecil. Bentuk ekstrem dari sikap tidak peduli ini adalah sosiopathy.
Sikap tidak peduli berdampak buruk pada orang lain, tapi dengan enteng sikap ini dijalani orang yang memang tidak peduli pada apapun. Orang yang paling menderita dengan sikap ini adalah orang yang mengalami malignansi, yakni orang yang terlalu banyak merasa bersalah yang disebut erikson berdiam diri (inhibition). Orang yang punya sifat ini tidak akan mencoba melakukan apa-apa, sebab dengan tidak melakukan apa-apa “tidak akan beresiko”. Terutama tidak akan merasa bersalah.
Tahap keempat
Tahap keempat adalah tahap laten (latency stage)yang terjadi pada   usia sekolah dasar anatara umur 6-12 tahun. Tugas yang diemban disini adalah mengembangkan kemampuan kerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Anak-anak harus mengendalikan imajinasi dan mengabdikan diri pda pendidikan dan mempelajari kemampuan social yang diperlukan oleh lingkungan sosialnya.
Dalam tahap ini wilayah social yang terlibat bertambah luas; orang tua dan kerabat dekat ditambah dengan guru dan teman-teman sekolah serta anggota-anggota masyarakat yang lebih luas lagi. Orang tua harus mendorong, guru harus memberikan perhatian, teman harus menerima, dan sebagainya. Mereka harus belajar merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau di tempat bermain, baik secara pelajaram ,aupun pergaulan social.
Cara terbaik membedakan amak di tahp ketiga dan tahap keempat adalah dengan cara melihat bagaimana mereka bermain. Anak yang berusia 4 tahun memang suka permainan, tapi mereka tidak terlalu memahami apa itu aturan permainan. Mereka bisa saja mengubah aturan beberapa kali selam permainan, dan agak cemberut kaluau permainan itu harus diakhiri. Sementara anak yang berusia 7 tahun tidak kan sabar menunggu hasil permainan. Jika seorang anak tidak banyak mendapatkan kesempatan sukses mungkin karena guru yang keras atau teman yang selalu menolak, yang mengakibatkan dalam dirinya berkembang rasa inferioritas atau tidak mampu. Sumber lain perasaan inferior yang disebutkan Erikson adalah masalah ras, jenis kelamin dan bentuk-bentuk diskriminasi lainnya.
Jika rasa giat dan rajin ini terlalu besar, yang akan lahir adalah kecenderungan maladaptive yang disebut dengan keahlian sempit (narrow virtuosity). Kita dapat melihat hal ini pada anak yang tidak dibiarkan menjadi anak-anak, yaitu anak yang terlalu dipaksa oleh orang tuanya dan gurunya agar berhasil, tanpa membiarkan rasa tertariknya yang kebih luas. Anak seperti ini adalah anak yang tidak punya kehidupan. Kita dapat melihat contohnya pada diri anak-anak yang jadi artis cilik, atlet cilik, musisi cilik dan sebagainya,
Namun yang sering terjadi adalah malignansi yang disebut dengan kelembaman (inertia). Mereka yang mengidap sifat ini adalah orang-orang yang menderita apa yang oleh Alfred Adler sebut dengan “masalah-masalah inferioritas”.
Tahap kelima
Tahap kelima adalah tahap remaja, yang dimulai pada saat puber dan berakhir pada usia 18 tahun atau 20 tahun, tugas yang harus dilakukan pada tahp ini adaaah pencapaian identiitas pribadi (ego identity) dan menghindari peran ganda (roel confusion). Kepribadian remaja adalah hal yang pertama kali dan paling menarik perhatian Erikson. Karenanya pola yang diperolehnya dari tahap remaja ini menjadi basis bagi seluruh pemikirannya tentang tahap-tahap perkembangan lain. Pencarian identitas pribadi akan melibatkan seluruh hal yang kita ketahui dan pelajari tentang kehidupan dan diri sendiri serta kemudian menyatukannya menjadi satu kesatuan citra-diri, sosok yang kan dirujuk  oleh masyarkat. Ada beberapa hal yang akan membuat proses pencarian ini menjadi lebih mudah, pertama kita harus tahu mainstream kebudayaan orang dewasa yang menurut pandangan remaja sangat berguna. Ini dapat dilakukan dengan cara menjadikan orang dewasa sebagai panutan dan  mau berkomunikasi dengan mereka.
Selanjutnya masyarakat harus menyediakan semacam ritus-ritus penerimaan, acara atau ritual-ritual tertentu yang membantu membedakan antara yang telah dewasa dan anak-anak.
Salah satu saran Erikson bagi anak-anak remaja di zaman sekarang adalah kendali psikosial. Erikson menyarankan agar remaja agar “rehat sebentar” kita ingin sukses secepat mungkin, dan hanya sedikit diantara kita yang mencoba berpikir lamat-lamat apakah arti sukses bagi kita, mungkin yang kita perlukan adalah proses remaja di suku Indian Lakota. Mungkin kita perlu sedikit merasakan mimpi yang menggambarkan siapa kita. Kecenderungan “identitas ego” terlalu kuat, dimana peran seseorang dalam satu masyarakat atau kebudayaan tidak akan menyisakan sedikit raung toleransi. Erikson menyebut maladaptive ini dengan fanatisme. Orang yang fanatic meyakini seyakin-yakinnya bahwa jalannyalah yang terbaik. Para remaja tentu tahu idelisme mereka sendiri karena mereka cenderung memandang sesuatu secara hitam putih. Kehilangan identitas pun jadi persoalan yang sama rumitnya, dan Erikson menyebut kecenderungan malignansi ini dengan pengingkaran. Kalau kita berhasil melewati tahapan ini, nilai lebih yang akan diperoleh adalah kesetiaan, yaitu kemampuan hidup berdasarkan stgandar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala kekurangan dan kelemahan dan ketidakkonsistenannya.
Tahap keenam
Jika kita berhasil melewati 5 tahap sebelumnya, selanjutnya kita akan masuk pada tahap pemuda, yaitu usia 18 sampai 30 tahun, usia di tahap-tahap dewasa ini lebih cair disbanding tahap kanak-kanak, dan setiap orang berbeda satu sama lain. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah kedekatan dengan orang lain (intimacy) dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri (isolation).
Intimasi adalah kemampuan untuk dekat dengan orang lain. Seperti kekasihm teman atau anggota masyarakat. Kecenderungan maladaptive di tahap ini disebut Erikson dengan rasa cuek (promiscuity), yakni ketika kita merasa terlalu bebas tidak terlalu tergantung pada bentuk hubungan dekat apapun. Ini bisa terjadi dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, lingkungan masyarakat.
Sementara untuk sisi malignansi tahap ini disebut Erikson dengan keterkucilan (exclusion), yaitu kecenderungan mengisolasi diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, dan menumbuhkan rasa bendi dan dendam sebagai kompensasi darj kesendirian dan kesepian yang dirasakan.
Tahap ketujuh
Tahap ketujuh adalah tahap dewasa (middle adulthood). Agak sulit menentukan rentang usia tahap ini, tapi yang jelas di tahap ini terckapu periode dimana kita terlibat langsung dengan kehadiran anak-anak. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah mengabdikan diri untuk keseimbangan antara sifat “melahirkan sesuatu” (generativity) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnation).
Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang, disini dapt dirasakan bahwa sifat ini kurang mementingkan diri sendiri dibandingkan kedekatan dan keintiman yang jadi karakter tahap sebelumnya.
Sebaliknya stagnasi adalah pemujaan diri sendiri yang tidak peduli siapapun. Orang yang stagnan, gagal mejadi anggota masyarakat yang produktif. Kecenderungan maladaptive yang disebut Erikson terlalu peduli dapat membantu kita dalam hal ini.
Tahap kedelapan
Tahap ini adalah tahap usia senja. Yang biasanya dimulai waktu pension, setelah anak-anak berkeluarga, kira-kira di usia 60an. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahp ini dianggap berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya, sementara mereka yang gagal dianggap kurang berhasil mengemban tugas-tugas di tahap sebelumnya. Yang jadi tugas di tahap terakhir ini adalah integritas ego dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini terasa sangat sulit dilewati, khususnya jika dilihat dari sudut pandang orang muda. Pertama-tama muncul perasaanm terasing dari masyarakat karena sebagian besar orang di usia ini merasa tidak berguna lagi. Kecenderungan maladaptive di tahap ini disebut Erikson dengan berandai-andai. Inilah yang terjadi ketika seseorang berandai-andai tentang integritas ego sementara dia tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan hidup di masa tua. Adapun kecenderungan malignansinya adalh menggerutu (disdain) yang diartikan Erikson sebagai sikap sumpah serapah dan menyesali kehidupan sendiri atau orang lain.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini. 
Pada teori psikoanalisis Erikson terdapat kelemahan yang dapat menimbulkan kritikan diantaranya yaitu:
a. Tidak dapat diterapkan secara universal berarti bahwa saat menganalisis tahap perkembang identitas remaja yang dianggap sebagai tahap penting karena pada tahapan ini merupakan tahapan untuk mencari jati diri. Namun Erikson menganalisis tahapan identitas remaja ini hanya untuk kaum laki-laki.
b. Erikson mendapat kritikan hebat dari kaum perempuan karena mereka beranggapan bahwa Erikson menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah serta membatasi pilihan perempuan untuk berdiam diri di rumah, menjadi isteri dan ibu




BAB III
SIMPULAN
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi mengenai perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui sebuah rangkaian kata yaitu :
(1) Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami keserasian dari tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong, mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih luas. (2) Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk memelihara saat setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut guna berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk mendorong secara tepat berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-tahap yang ada.
Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963, Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”. Erikson berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku kata yaitu epi yang artinya “upon” atau sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic yang berarti “emergence” atau kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin mengenai ide dalam setiap tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang mana hal ini sangat dominan dan karena itu muncul , dan akan selalu terjadi pada setiap tahap perkembangan hingga berakhir pada tahap dewasa, secara keseluruhan akan adanya fungsi/kegunaan kepribadian dari setiap tahap itu sendiri. Selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh krisis. Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah sebuah masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang sangat vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan perkembangan antar personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan dalam sebuah sikap yang mudah sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari ego pada setiap tahap.
Erikson percaya “epigenetic principle” akan mengalami kemajuan atau kematangan apabila dengan jelas dapat melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran kehidupan setiap manusia yang sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar. Di mana gambar tersebut memaparkan tentang delapan tahap perkembangan yang pada umumnya dilalui dan dijalani oleh setiap manusia secara hirarkri seperti anak tangga. Di dalam kotak yang bergaris diagonal menampilkan suatu gambaran mengenai adanya hal-hal yang bermuatan positif dan negatif untuk setiap tahap secara berturut-turut. Periode untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan mengenai kondisi yang relatif berkaitan dengan kesehatan psikososial dan cocok dengan sakit yang terjadi dalam kesehatan manusia itu sendiri.














DAFTAR PUSTAKA

Boeree, George, 2009, Personality Theories, Yogyakarta: Prismasophie
Metia, Cut, 2009, Psikologi Kepribadian, Bandung: Citapustaka Media Perintis
Suria Brata, Jumadi, 1966, Psikologi Kepribadian, Jakarata: PT. Grafindo

1 komentar: